Selasa, 01 Agustus 2017

MAKALAH PRAGMATIK

STRATEGI BERTUTUR MENURUT BROWN DAN LEVINSON
STRATEGI BERTUTUR MENURUT BLUM-KULKA




OLEH KELOMPOK V:
1.      ROZA JULIANI                   12080273
2.      ZULMAIMI EKA PUTRI   12080250





DOSEN PEMBINA:
DIYAN PERMATA YANDA, M.Pd.








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2015







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan interaksi dengan sesama. Interaksi itu dapat dilakukan dengan berkomunikasi secara lisan maupun tulis. Komunikasi lisan dalam konteks dan situasinya memerlukan strategi tertentu untuk mendapatkan hasil komunikasi yang diharapkan. Setiap partisipan senantiasa mengharapkan komunikasi dapat terjalin dengan baik dan saling memahami antarpartisipan (penutur dan mitra tutur). Dengan demikian, setiap partisipan akan menggunakan strategi tertentu yang sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapainya.
Strategi bertutur yang digunakan oleh penutur perlu mempertimbangkan mitra tutur, seperti status sosial mitra tutur dan kekuasaan mitra tutur dalam lingkungannnya. Dalam bertutur, penutur perlu memahami konteks dan situasi agar penutur tersebut dapat memilih strategi yang tepat untuk berkomunikasi. Kesesuaian strategi yang dipilih sangat mendukung untuk terciptanya suasana bertutur yang sesuai dengan harapan.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1.      Bagaimanakah strategi bertutur menurut Brown dan Levinson?
2.      Bagaimanakah strategi bertutur menurut Blum-Kulka?

C.    Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan:
1.      Menjabarkan strategi bertutur menurut Brown dan Levinson.
2.      Menjabarkan strategi bertutur menurut Blum-Kulka.

D.    Manfaat Penulisan
Semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi pembaca, terutama pembaca yang ingin mengetahui tentang strategi bertutur.



BAB II
PEMBAHASAN
Strategi bertutur telah dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya Brown dan Levinson dan Blum-Kulka. Brown dan Levinson mengemukakan lima strategi bertutur dan Blum-Kulka mengemukakan tiga strategi bertutur. Penjelasan tentang stategi bertutur ahli tersebut akan dibahas berikut ini.
A.    Strategi Bertutur Menurut Brown dan Levinson
Strategi bertutur merupakan cara atau teknik yang digunakan penutur dalam meyampaikan tuturan dengan mempertimbangkan situasi tutur. Menurut Brown dan Levinson (dalam Syahul, yang dikutip Darmawanti, dkk, 2014) dasar yang menjadi pertimbangan strategi bertutur ada tiga faktor yaitu: (1) jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance = D), (2) perbedaan kekuasaan antara penutur dan mitra tutur (power ­= P), (3) ancaman suatu tindak tutur berdasarkan pandangan budaya tertentu (the absolute rangking of inposisition in the particular culture = Rx).
Brown dan Levinson (dalam Manaf,  2013: 214) menyatakan lima strategi bertutur, yaitu (1) bertutur secara terus terang tanpa basa-basi (bald on record); (2) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan posistif (positive politeness); (3) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan negatif (negative politeness); (4) bertutur secara samar-samar (off record); (5) tidak menuturkan sesuatu atau diam (Don’t do the FTA).
1.    Strategi bertutur secara terus terang tanpa basa-basi (bald on record)
Menurut Brown dan Levinson (dalam Amaliah, 2011: 20) strategi bertutur secara terang atau tanpa basa-basi dipilih penutur jika penutur tidak khawatir dengan pembalasan mitra tutur dan penutur memiliki keinginan untuk mengancam muka tanpa mempertimbangkan muka mitra tutur. Penyebab hal tersebut adalah dikarenakan penutur, misalnya memiliki derajat sosial lebih tinggi dari mitra tutur atau penutur memiliki kekuasaan yang lebih dari pada mitra tutur.


Contoh tuturan:
“Pakaianmu terlalu mencolok” yang dituturkan seorang wanita kepada temannya ketika akan pergi ke pesta.
2.    Strategi bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan positif (positive politeness)
Menurut Brown dan Levinson (dalam Amaliah, 2011: 21) strategi bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan positif ini digunakan untuk menutupi muka positif mitra tutur. Pada hakikatnya, bertutur dengan kesopanan positif ditujukan untuk melindungi muka positif mitra tutur yaitu citra positif yang dianggap dimiliki mitra tutur. Brown dan Levinson (dalam Aditiansyah, 2014: 2) menyatakan strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif (disingkat BBKP) terdiri atas 10 substrategi yaitu, (1)  tuturan menggunakan penanda identitas sebagai anggota kelompok yang sama, (2) tuturan memberikan alasan, (3) tuturan melibatkan Pn dan Mt dalam satu kegiatan, (4) tuturan mencari kesepakatan, (5) tuturan melipatgandakan simpati kepada Mt (6) tuturan berjanji, (7) tuturan memberikan penghargaan kepada Mt, (8) tuturan bersikap optimis, (9) tuturan bergurau, dan (10) tuturan menyatakan saling membantu.
Contoh tuturan:
Anda menyukai baju ini, Bu?” yang dituturkan oleh seorang penjaga toko pakaian kepada seorang wanita yang sedang melihat-lihat baju yang dijualnya.
3.    Strategi bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan negatif (negative politeness)
Menurut Brown dan Levinson (dalam Amaliah, 2011: 21) strategi bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan negatif bertujuan untuk memenuhi atau menyelamatkan sebagian muka negatif mitra tutur yaitu keinginan dasar mitra tutur untuk mempertahankan hal yang dianggapnya sebagai wilayah dan keyakinan dirinya. Lebih lanjut, Brown dan Levinson (dalam Aditiansyah, 2014: 2) menyatakan strategi bertutur basa-basi kesantunan negatif (disingkat BBKN) direalisasikan dalam bentuk substrategi berikut: (1) tuturan berpagar, (2) tuturan tidak langsung, (3) tuturan meminta maaf, (4) tuturan menimbulkan beban, (5) tuturan perintah dalam bentuk pertanyaan, (6) tuturan impersonal, (7) tuturan yang menyatakan kepesimisan, (8) tuturan yang mengungkapkan pernyataan sebagai aturan umum, dan (9) tuturan yang mengatakan rasa hormat.
Contoh tuturan:
“Kata Ayu, Bapak mencari saya?” yang dituturkan oleh ketua kelas kepada dosennya.
4.    Strategi bertutur secara samar-samar (off record)
Menurut Brown dan Levinson (dalam Amaliah, 2011: 21) strategi bertutur secara samar-samar dilakukan jika penutur menginginkan tindakan mengancam muka tetapi tidak ingin bertanggung jawab atas perbuatan tersebut. Strategi bertutur ini mengindikasikan bahwa penutur ingin mitra tuturnya menafsirkan sendiri hal yang dinyatakan oleh penutur. Brown dan Levinson (dalam Aditiansyah, 2014: 3) mengemukakan strategi bertutur samar-samar (disingkat BSS) terdiri atas  15 substrategi yaitu, (1) menggunakan isyarat, (2) menggunakan petunjuk-petunjuk asosiasi, (3) mempraanggapan, (4) menyatakan kurang dari kenyataan yang sebenarnya, (5) menyatakan lebih dari kenyataan yang sebenarnya, (6) menggunakan tautologi, (7) menggunakan kontradiksi, (8) menjadikan ironi, (9) menggunakan metafora, (10) menggunakan pertanyaan retoris, (11) menjadikan pesan ambigu, (12) menjadikan pesan kabur, (13) menggeneralisasikan secara berlebihan, (14) mengalihkan petutur, dan (15) menjadikan tuturan tidak lengkap atau elipsis
Contohnya tuturan:
“Kamu harus ke sana!” yang dituturkan oleh seorang Ibu kepada anaknya yang ingin bermain dengan menunjuk tempatnya.
5.    Strategi bertutur tidak menuturkan sesuatu atau diam (Don’t do the FTA)
Menurut Brown dan Levinson (dalam Amaliah, 2011: 22) strategi bertutur dengan tidak menuturkan sesuatu atau diam dilakukan oleh penutur dengan cara tidak menyatakan apa yang ada di dalam pikirannya. Strategi bertutur ini bertujuan agar penutur tidak menyakiti mitra tutur melalui tuturan yang mungkin berpotensi menyakiti mitra tutur.

Contoh tuturan:
“Andai saja aku menyatakan cintaku kepadanya sedari dulu,” bisik seorang wanita dalam hati yang merasa kecewa pria yang ia cinta memilih wanita lain.


B.     Strategi Bertutur Menurut Blum-Kulka
Blum-Kulka (dalam Syahrul, dikutip Darmawanti, dkk, 2014) mengemukakan bahwa sistem kesantunan mewujudkan penafsiran budaya tentang interaksi di antara empat parameter penting, yaitu motivasi sosial, cara pengungkapan, perbedaan sosial, dan makna sosial. Blum-Kulka menguji kesantunan dalam konteks bahasa Yahudi Israel dengan menginterpretasikan kembali teori-teori  kesantunan dengan cara kultur-relativistik. Istilah 'norma-norma budaya' atau 'skrip budaya' merupakan istilah terpenting pada pendekatan teori yang diterapkannya. Blum-Kulka mengemukakan strategi bertutur atas tiga yaitu strategi bertutur langsung, strategi bertutur tidak langsung, dan strategi bertutur menggunakan isyarat.
1.         Strategi Bertutur Langsung
Menurut Blum-Kulka (dalam Mellastyawan, 2014) strategi langsung dan tidak langsung yang digunakan dalam penyampaian tindak tutur berkaitan dengan dua dimensi, yaitu dimensi pilihan pada bentuk dan dimensi pilihan pada isi. Dimensi bentuk berkaitan dengan bagaimana suatu tuturan diformulasikan atau bagaimana ciri formal (berupa pilihan bahasa dan variasi linguistik) suatu tuturan dipakai untuk mewujudkan suatu ilokusi. Dimensi isi berkaitan maksud yang terkandung pada tuturan tersebut. Jika isi tuturan mengandung maksud yang sama dengan makna performasinya, maka tuturan tersebut dituturkan dengan strategi langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu tuturan berbeda dengan makna performasinya maka tuturan tersebut dituturkan dengan strategi tidak langsung.
Blum-Kulka (dalam Karim, 2011) menjelaskan bahwa tindak tutur langsung adalah tuturan yang modus dan makna kata-katanya sama dengan maksud pengutaraannya. Penggunaan strategi langsung dalam suatu pertuturan dimaksudkan untuk mencapai pemahaman yang sama antara penutur (Pn) dengan mitra tutur (Mt). Dengan strategi langsung Pn mengharapkan Mt dapat memahami tuturan secara efektif sebagaimana dimaksudkan Pn. Wijana, (1996: 30) mengemukakan bahwa tindak tutur langsung dapat dibentuk dari kalimat berita yang difungsikan secara konvensional, kalimat tanya untuk brtanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb.
Contoh tuturan:
“Rambutmu sudah panjang” yang dituturkan oleh seorang perempuan kepada teman perempuannya.
2.         Strategi Bertutur Tidak Langsung
Strategi tidak langsung atau tuturan tidak langsung adalah strategi atau tuturan yang modus dan makna kata-katanya tidak sesuai dengan maksud tuturan. Dapat juga dikatakan bahwa strategi atau tuturan tidak langsung merupakan tuturan yang disampaikan dengan cara lain untuk mengungkapkan suatu maksud. Menurut Yule (dalam Karim, 2011), apabila terdapat hubungan yang tidak langsung antara struktur dan fungsi, hubungan itu menandakan bahwa tindak tutur merupakan tindak tutur tidak langsung. Menurut Wijana (1996: 31) tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalammya.
Contoh tuturan:
“Di mana sapunya?” yang dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, dapat berfungsi untuk menanyakan dimana letak sapu itu dan juga secara tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu.
3.         Strategi Bertutur Dengan Isyarat
Strategi bertutur dengan isyarat (dalam Darmawanti, dkk, 2014) merupakan tuturan yang isinya tidak ada relevansi dengan maksud tuturan tersebut. Contoh tuturan, ‘Aduh, cantiknya bunga yang satu itu, Buk. Bagaimana kalau dipindahkan saja ke rumah saya?’ Kalimat tersebut dituturkan oleh seorang pemuda yang menginginkan sebatang bunga yang tumbuh di pekarangan seorang ibu dan kini berbunga dengan cantik milik  orang tua teman perempuan pemuda itu. Secara literal, tuturan tersebut bermakna  pujian yang diiringi keinginan penutur untuk memiliki bunga milik mitra tutur. Secara kontekstual, penutur seorang pemuda dab mitra tutur seorang ibu yang memiliki anak gadis terlibat dalam tuturan yang bermaksud permintaan dari penutur. Permintaan tersebut adalah penutur meminta agar petutur memberikan anak gadisnya sebagai calon istri dan menjadikannya menantu.




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab 2 (dua) dapat disimpulkan bahwa.
1.      Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson  ada lima, yaitu strategi bertutur secara terus terang tanpa basa-basi (bald on record), strategi bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan positif (positive politeness), strategi bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopanan negatif (negative politeness), strategi bertutur secara samar-samar (off record), dan strategi bertutur tidak menuturkan sesuatu atau diam (don’t do the FTA).
2.      Strategi bertutur menurut Blum-Kulka yaitu strategi bertutur langsung, strategi bertutur tidak langsung, dan strategi bertutur dengan isyarat. Strategi bertutur langsung merupakan tuturan yang makna kata-katanya sama dengan maksud yang diujarkan, sedangkan strategi bertutur tidak langsung merupakan tuturan yang makna kata-katanya tidak sama dengan maksud yang diujarakan.

B.       Saran
Bertutur merupakan kegiatan yang sangat sering dilakukan oleh setiap orang dalam kesehariannya. Bertutur sebagai interaksi yang dilakukan untuk menjalin komunikasi yang baik, maka penutur perlu memilih strategi bertutur yang tepat dalam melakukan interaksi tersebut. Pemilihan strategi yang tepat akan mendapatkan hasil berkomunikasi yang sesuai dengan harapan. Untuk itu, penutur perlu menggunakan strategi tertentu untuk maksud yang tertentu pula.


DAFTAR RUJUKAN

Aditiansyah, Diki Fahrudin. 2014. “Fenomena Kesantunan Berbahasa Dalam Acara Indonesia Lawyers Club Di TV One”. Jurnal Ilmiah. Universitas Pendidikan Indonesia.
Amaliyah, Farhanah. 2011. “Strategi Bertutur Pemandu Acara Dan Narasumber: Sebuah Analisis Kesantunan Berbahasa Dalam Acara Suara Anda Metro”. Jurnal Ilmiah. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas Indonesia.
Darmawanti, Meta, dkk. 2014. “Strategi Bertutur”. Makalah. Padang: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang.
Karim, Ali. 2011. “Tindak Perintah Dalam Wacana Kelas: Kajian Strategi Bertutur Di Madrasah Tsanawirah Alkhairaat Palu”. Jurnal Ilmiah.
Manaf, Ngusman Abdul. 2013. “Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh Dalam Bahasa Indonesia”. Jurnal Ilmiah. Padang: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang.Stiawati, Eti. “Kompetensi Tindak Direktif Anak Usia Prasekolah”
Mellasyawan, Yogi. 2014. “Tindak Tutur”. (Online) http://dinginp.blogspot.co.id/2014/06/tindak-tutur_23.html. Diakses Oktober 2015.
Wijana, I Dewa. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar